Tuesday, December 15, 2015

Office Politics & Faktor Penyebab



Merry adalah seorang analyst computer handal yang bekerja di sebuah perusahaan multinasional. Pada saat ini perusahaan tersebut sedang melakukan perampingan (downsizing). Salah satu bentuk perampingan yang dilakukan adalah dengan melakukan penggabungan beberapa divisi/departemen secara bertahap. Selain itu perusahaan juga membuat kebijakan bahwa pegawai yang keluar, pindah divisi atau pensiun tidak akan diganti. Anto, atasan Merry, menyadari bahwa departemen yang dipimpinnya pasti akan goyang.

Rumor yang berkembang menyebutkan bahwa departemennya akan digabung dengan departemen lain dalam waktu satu tahun. Tidak lama setelah rumor tersebut terdengar, Anto menerima surat permintaan dari Merry untuk ditransfer ke departemen lain yang lebih menjanjikan. Anto menolak permintaan tersebut sebab dia tahu jika Merry keluar maka posisinya tidak akan diganti oleh orang lain dan itu berarti bahwa departemen yang dipimpinnya akan kehilangan satu orang anggota.

Dengan semakin berkurangnya jumlah pegawai dalam satu departemen maka hal itu akan semakin memudahkan perusahaan untuk menggabungkan departemen tersebut ke departemen yang lebih besar. Oleh karena itu Anto tetap mempertahankan Merry dengan tidak mengabulkan permintaannya, meski dia sadar bahwa Merry mungkin tidak dapat melakukan apa-apa selama satu tahun. Akibat penolakan tersebut Merry melakukan perlawanan. Ia melakukan manuver dengan menemui calon atasan barunya dan mendorong atasannya tersebut untuk membuka persoalan yang sedang dihadapinya kepada Vice-Presiden HRD. Hasilnya Merry diijinkan untuk pindah (transfer) dan Departemen yang dipimpin Anto digabung ke departemen lain dalam waktu empat bulan-lebih cepat dari waktu satu tahun seperti yang dijadwalkan sebelumnya.


Kejadian di atas mungkin pernah menimpa Anda, teman Anda, kerabat atau pun anggota keluarga Anda. Kejadian tersebut juga merupakan salah satu bukti bahwa office politics merupakan hal yang tidak dapat dihindari dalam dunia kerja. Masih banyak bentuk-bentuk office politics yang terjadi dalam perusahaan baik yang dilakukan secara halus dan penuh tanggung jawab maupun yang dilakukan dengan cara-cara kasar dan dapat merusak perusahaan. Pertanyaannya adalah apa sebenarnya yang dimaksud dengan office politics dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan hal tersebut terjadi?


Pengertian

Setiap orang yang bekerja menginginkan karirnya terus meningkat dari waktu ke waktu, penghasilan bertambah, dan mendapatkan perlakuan serta penghargaan yang adil dalam penugasan kerja. Sayangnya hal tersebut seringkali tidak berjalan mulus seperti yang diperkirakan. Krisis ekonomi yang mendorong perusahaan untuk melakukan perampingan, restrukturisasi, merger dan akuisisi semakin menambah rumit persaingan diantara para pegawai. Kondisi ini menuntut kemahiran para pegawai (terlebih bagi mereka yang memegang posisi managerial) untuk memainkan peran seperti "politisi" jika ingin tetap exist.


Dalam era kompetisi kerja yang semakin tinggi seperti sekarang ini, satu faktor yang harus Anda tambahkan dalam keahlian dan ketrampilan Anda agar dapat sukses dalam pekerjaan adalah kemampuan untuk melakukan office politics. Tentu saja hal tersebut harus dilakukan dalam batas-batas kewajaran serta norma-norma yang berlaku. Bagi sebagian orang "office politics" memiliki konotasi-konotasi negatif seperti kelicikan, kecurangan, dan intrik-intrik untuk menggapai ambisi pribadi. Namun menurut Andrew DuBrin dalam bukunya Winning Office Politics, office politics sebenarya merupakan cara-cara atau metode informal dan kemahiran/kelihaian seseorang dalam mendapatkan kekuasaan atau keuntungan. Politik dimainkan demi untuk memperoleh kekuasaan (power) - kemampuan untuk mengendalikan orang atau sumber daya, atau membuat orang lain melakukan sesuatu seperti yang kita inginkan.


Faktor-faktor Penyebab

Menurut Andrew DuBrin, office politics dapat terjadi karena hal-hal sebagai berikut:

Minimnya sumber daya yang tersedia: sumber daya yang ada dalam perusahaan berupa uang, bahan/material, dan orang (manusia) tentu saja memiliki jumlah terbatas. Dalam keterbatasan tersebut orang cenderung berlomba untuk mendapatkan dan mempertahankan sebanyak mungkin sumber daya yang dianggap pantas untuk dimiliki. Semakin minim sumber daya yang tersedia semakin tinggi ketegangan untuk memperebutkan sumber daya tersebut.


Lingkungan kerja yang kompetitif: semakin tinggi tingkat kompetisi dalam perusahaan atau departemen maka setiap orang akan berlomba untuk menjadi yang terbaik sehingga seringkali menggunakan cara-cara tertentu.


Standard performance ditetapkan secara subyektif: para pegawai cenderung melakukan office politics jika mereka merasa bahwa cara-cara yang diterapkan manajemen dalam melakukan promosi atau penilaian kinerja tidak adil.


Jabatan yang tidak terdefinisi dengan jelas: banyak perusahaan yang menciptakan jabatan-jabatan yang "aneh" dalam arti tidak jelas rincian tugas dan tanggung jawabnya.Jabatan-jabatan tersebut memberikan kesempatan besar bagi si jobholder untuk "bergerilya" dalam perusahaan.


Meniru Gaya Atasan: banyak eksekutif yang meniru cara-cara yang dilakukan oleh atasannya untuk mendapatkan kesan yang positif. Cara-cara yang dilakukan misalnya menggunakan pakaian dengan model & merk yang sama, merekrut bawahan dari universitas tertentu, dsb


Filosofi WIN-LOSE yang diterapkan perusahaan: semakin perusahaan menerapkan pendekatan win-lose dalam pemberian rewards, semakin besar pegawai akan terlibat dalam praktek office politics.


Hasrat untuk berkuasa: keinginan untuk berkuasa merupakan suatu hal yang normal. Untuk mendapatkan kekuasaan, banyak eksekutif terlibat dalam pergelutan office politics tingkat tinggi.


Kecenderungan untuk memanipulasi (Machiavellian tendencies): salah satu alasan mendasar mengapa orang terlibat dalam perilaku politik adalah karena adanya dorongan atau kecenderungan untuk memanipulasi orang lain. Manipulasi dalam pengertian disini menunjuk pada segala sesuatu yang dilakukan untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan dengan cara memberikan informasi yang tidak benar atau membuat janji palsu.


Tidak adanya keamanan emosional: merasa tidak aman dan kurangnya rasa percaya diri terhadap jabatan atau kemampuan yang dimiliki cenderung membuat seseorang melakukan office politics.


Percaya pada kekuatan-kekuatan external: orang-orang dengan tipe "external locus of control" memiliki pandangan bahwa mereka tidak memiliki kontrol yang kuat terhadap apa yang terjadi pada diri mereka sendiri. Orang-orang dengan tipe ini akan cenderung menyalahkan politik (orang lain) ketika mereka mengalami kegagalan. Untuk menghindari terulangnya kegagalan di masa mendatang maka mereka akan dengan antusias melibatkan diri dalam politik.


Kebutuhan untuk dihargai: motif utama dibalik manuver-manuver politik yang dilakukan seseorang dalam dunia kerja seringkali adalah kebutuhan untuk dihargai dan diterima oleh orang lain.


Ambisi pribadi: keinginan untuk selalu menjadi orang nomor satu dalam departemen atau perusahaan seringkali membuat pegawai atau eksekutif mendahulukan kepentingan pribadi diatas kepentingan perusahaan. Untuk memuluskan jalannya mereka cenderung melakukan office politics demi menjaga agar posisinya tetap aman.


Tidak mau bekerja keras: meskipun office politics dilakukan untuk memperoleh kekuasaan, beberapa pelaku seringkali tidak mau bekerja keras. Dengan bertingkah laku sesuai dengan keinginan atasan, atau pun bermodalkan referensi yang didapat dari atasan yang lebih tinggi dari atasan langsung, mereka cenderung menolak untuk menerima tugas-tugas yang tidak diinginkan.


Disadur dari Martina Rini


Semoga bermanfaat


Kunjungi  hrd-practice.blogspot.co.id  untuk memperoleh informasi ketenagakerjaan dan SDM lainnya.

0 comments:

Post a Comment