Tuesday, December 15, 2015

Catatan Istimewa Dalam Interview

Pernahkah Anda mengerjakan semacam tugas manajerial dalam suatu assessment? Dalam proses assessment, salah satu rangkaiannya berupa paket tugas di mana Anda akan diminta di antaraya untuk membuat suatu analisa dari permasalahan bisnis (problem solving) ; mengorganisasikan tumpukan arsip dengan membuat analisa dan prioritas (in-tray). Anda juga mungkin sebelumnya mengerjakan beberapa lembaran tes psikologi yang membuat kening Anda berkerut, pundak pegal, leher tegang, bibir membentuk garis lurus dan kepala geleng-geleng.

Berbagai model interview

Lelah? Pasti. Tapi perjalanan masih belum usai, ada kalanya Anda masih harus menghadapi interview selama satu hingga satu setengah jam atau sering disebut dengan Behavioral Based Interview (BBI) atau Competency Based Interview (CBI). Interview ini berfokus pada apa yang telah Anda lakukan dengan karakteristik pertanyaan; "What did you do when you were in that situation?". Bedakan dengan model pertanyaan "What will you do, if you....." dalam inteview konvensional. Interview dengan karakter pertanyaan ini biasanya tidak selama seperti dalam CBI/BBI. Fokusnya lebih pada intensi, motivasi dan lebih cair strukturnya, tidak terlalu mengacu pada peristiwa nyata di masa lampau. Kedua model interview tersebut memiliki kekuatan dan kekurangan, namun tetap berfungsi untuk menggali informasi dari calon karyawan atau karyawan dalam proses pemetaan potensi untuk  restrukturisasi misalnya.

Baik CBI/BBI atau model interview konvensional memiliki target untuk menciptakan kondisi yang nyaman bagi kedua belah pihak, pewawancara (interviewer) dan yang diwawancara (interviewee).  Hal ini menjadi salah satu prasyarat lancarnya pertukaran informasi, ingat bahwa interview merupakan proses egaliter di mana pihak interviewer bertujuan menggali lebih dalam tentang diri interviewee, begitu pun dengan interviewee yang memiliki kesempatan sama untuk mengetahui lebih dalam tentang perusahaan. Mari baca kata informasi di sini dalam makna lebih luas yakni berbentuk eksplisit dan implisit, berlaku untuk keduanya.

Mengenali sisi human

Kenyamanan bertujuan untuk mendapatkan sisi human dari diri Anda. Mengapa saya nyatakan human, karena rangkaian tes termasuk psikotes tidak otomatis berarti sepenuhnya menghadirkan sisi human Anda. Tes itu menggali kompetensi Anda, kemampuan profesional, pengalaman, potensi kepribadian Anda. Meskipun akan terlihat bagaimana diri Anda, misalnya kecenderungan menjadi pemimpin, mampu mengendalikan emosi dan ketahanan kerja tinggi, namun dari interview tersebut dapat pula menjadi ajang menggali chemistry antara dua pihak yang akan bekerja sama. Adalah suatu keberhasilan ketika interview berhasil membuat Anda berceletuk ini-itu yang merupakan buah dari rasa aman, nyaman dan percaya untuk mengekspresikan perasaan dan diri.

Jika Anda membaca bermacam literatur tentang interview, salah satu poin yang sering  disebut adalah pembacaan gerak tubuh, ekspresi, di samping jawaban atau respon terhadap pertanyaan. Selayaknya komunikasi dua arah, komponen tersebut merupakan materi yang diperhitungkan dalam interview, dan sebaiknya juga berlaku bagi interviewee untuk membuat penilaian tentang (calon) perusahaan.  Oleh karena momen itu membutuhkan kejelian, maka aktifkan semua alarm inderawi Anda, agar Anda tidak semata-mata menjadikan diri sebagai obyek pengamatan dan penilaian, akan tetapi Anda sebaiknya mampu memposisikan diri sebagai pihak yang sama-sama mencari chemistry.

Asertif, bukan mengeluh atau defensif

Ada kalanya interviewer menggelitik Anda dengan pertanyaan secara sporadis tentang proses tes yang telah Anda lalui. Terlebih apabila telah disebutkan di awal bahwa tujuan interview ini misalnya sebagai klarifikasi atas tugas analisa masalah, maka pembahasan jawaban Andalah yang menjadi fokus.

Bagaimana sebaiknya menjawab pertanyaan dalam fase ini? Bolehkah menyatakan "jujur" bahwa tes itu memusingkan dan terlalu sedikit atau terbatas waktunya? Sebelumya, tolong ingat sejenak bukankah yang Anda kerjakan adalah suatu rangkaian test. Artinya proses tugasnya dirancang untuk menguji dengan tenggang waktu yang telah ditentukan (deadline). Sekarang posisikan Anda sebagai pemberi tes atau perancangnya, kemudian orang yang mengerjakan mengatakan pada Anda: 'Sayang  waktunya sempit sekali Pak,'... 'Andai waktunya lebih lama lagi Bu, saya lengkapi jawaban saya dengan....' Apa yang ada dalam benak Anda ketika pernyataan tersebut dengan segala variasinya terlontar lebih dari 3 kali dalam sesi interview 30 menit?

Apakah berarti interview adalah arena jebakan? Kembali diingat, interview memiliki fungsi sama dengan rangkaian proses assessment yakni penilaian dan penggalian. Bukan tes namanya jika Anda memiliki waktu bebas untuk menyelesaikannya. Mempertimbangkan esensi ini, mari kita ubah 'keluhan waktu sempit' dalam pernyataan asertif atau positif. Bersikap asertif berarti Anda mengakui dengan tidak mengeluh, misalnya apabila Anda menilai kurangnya waktu, berarti ada yang kurang dalam estimasi waktu. Akan lebih baik bila Anda rangkai dalam kalimat 'Sayang sekali saya kurang tepat dalam mempertimbangkan waktu yang tersedia, sehingga tidak semua hasil analisa saya bisa tertulis'

Refleksi dunia kerja

Keseluruhan rangkaian asessment berfungsi sebagai refleksi tentang bagaimana Anda kelak akan bekerja, bagaimana Anda menghadapi dan menyikapi dinamika yang ada dalam dunia 'baru' Anda. Adakah klien atau konsumen yang mau rela menjadi nomor dua? Deadline bukan pop corn yang bisa dinikmati sembari meluruskan kaki di atas sofa dan sesekali melemparkan satu dua bulatan yang gosong ke arah layar bergerak di hadapan Anda.

Bukan isi jawaban Anda secara mentah sesungguhnya, melainkan tentang bagaimana Anda menyikapinya. Kadang juga interviewer 'iseng' bertanya tentang pengalaman subjektif Anda dalam mengerjakan tes sebelumnya. Nah...berhati-hatilah jika Anda mulai mengeluh tentang tes terlebih lagi waktu tes yang sempit! Bagaimana kelak jika menghadapi deadline sementara Anda berada dalam satu kelompok, bisa-bisa menjadi virus yang semakin meruwetkan masalah, paling ekstremnya adalah menurunkan motivasi anak buah jika Anda seorang pemimpin. Bukankah ini sangat logis, bahkan tidak asing bagi alam kognitif Anda.

Ketika interviewee menyapa Anda dengan "Bagaimana tesnya?" kemudian berlanjut dengan "...pusing kah/ ya?" Anggaplah Anda dalam situasi di mana ada satu anggota tim kerja atau kolega Anda yang sedang mengeluhkan beban pekerjaan. Bukan penolakan langsung seperti "Ah enggak, asyik aja tuh".. melainkan penerimaan yang bisa diungkapkan dengan senyum penuh makna meng-iyakan, selanjutnya, perciki dengan pernyataan positif.

Apakah selalu harus merangkai kalimat positif? Apakah harus berpura-pura untuk senang? Jangan terlampau panik, karena si pemberi tes pun (yang kemungkinan besar juga sebagai pengkoreksi) sangat menyadari kepusingan yang ditimbulkan, stress yang muncul, memang itulah salah satu tujuannya; melihat ketahanan dalam kondisi yang menekan. Seperti formula umum stress dalam keseharian, bahwa stress adalah hasil persepsi terhadap suatu stimulus tertentu. Bukan stimulusnya, melainkan bagaimana kita menghadapinya. Maka senyum simpul seringkali lebih berguna daripada keluhan yang kemungkinan akan mendapat respon empati interviewee "melelahkan ya...", hingga tawa bisa langsung mengalir melengkapi ice breaking dan meluweskan proses interview.

Kaitkan dengan situasi kerja

Temukan yang menarik dari rangkaian proses asessment (tes) yang Anda jalani, salah satu kiatnya adalah dengan mengkaitkan pada proses keseharian bekerja. Untuk pertama kali mungkin tidak ada ide, Anda akan bertanya-tanya apa hubungannya menjumlahkan deretan angka sederhana ke atas dengan perpindahan di tiap ketukan yang ada? Tes Kraeplin ini masih sering digunakan untuk melihat daya tahan Anda menghadapi tugas yang melelahkan, tidak mengenakan dan menekan. Bekali diri Anda dengan mendapatkan informasi bervariasi dari internet atau sumber lain tentang proses asessment dan psikotes yang banyak diterapkan di dunia kerja terutama di Indonesia. Kemudian cobalah untuk menjembatani proses tersebut dengan situasi kerja yang pernah Anda alami.  Hal ini kurang lebih akan memberikan pemahaman dan ketenangan bagi Anda dalam mengerjakan fase-fase asessment. Hasilnya, Anda tidak akan terlalu kesulitan menyambut sapaan interviewer ketika ingin mengetahui bagaimana perasaan Anda ketika mengerjakan tes. Sebab pertanyaan semacam ini bisa berfungsi sebagai lontaran empati sekaligus ice breaking, namun bukan tidak mungkin menjadi catatan tersendiri, terlebih jika si interviewee berkali-kali mengeluh sempitnya waktu yang tersedia untuk menyelesaikan soal tes.

Penutupan interview biasanya akan memberikan kesempatan Anda untuk bertanya, manfaatkan seoptimal mungkin untuk mengetahui lebih jauh tentang perusahaan dan kemungkinan Anda untuk 'klik" di tempat tersebut. Anda juga bisa bertanya tentang proses tes, seperti tujuan dari salah satu tes atau seluruh proses asessment. Biasanya Anda akan mendapat penjelasan singkat tentang inti proses tersebut sehingga Anda pun mendapatkan debriefing yang bisa bermanfaat sebagai obat pencair kekentalan stress.


Disadur dari RR Ardiningtyas

Semoga bermanfaat

Kunjungi  hrd-practice.blogspot.co.id  untuk memperoleh informasi ketenagakerjaan dan SDM lainnya.



0 comments:

Post a Comment