Antara Jalan & Tujuan
Abraham Maslow pernah mengeluarkan nasehat bahwa salah satu yang penting
untuk diingat bagi siapa pun yang ingin mengaktualisasikan potensinya adalah
membedakan antara jalan dan tujuan dalam praktek hidup. Dalam teori, pasti
semua orang sudah tahu apa itu perbedaan antara jalan dan tujuan, tetapi dalam
praktek, jawabnya belum tentu.
Andaikan semua orang sudah mengerti
perbedaan antara jalan dan tujuan dalam praktek, tentulah ilmu manajemen tidak
sampai berpetuah: “Jangan menjadikan
aktivitas sebagai tujuan”. Aktivitas adalah jalan, cara atau
sarana sedangkan tujuan
adalah sasaran yang hendak kita wujudkan dengan cara yang kita terapkan.
Aktivitas bukanlah tujuan dan tujuan bukanlah aktivitas, dan karena itu perlu
dibedakan.
Andaikan semua orang sudah mengerti
perbedaan antara cara dan tujuan dalam praktek, tentulah Thomas Alva Edison
tidak sampai berpetuah: “Jangan hanya
menenggelamkan diri pada kesibukan demi
kesibukan tetapi bertanyalah tujuan dari kesibukan yang Anda jalani.” Kesibukan kerapkali melupakan kita akan tujuan dari kesibukan
itu dan karena itulah maka perlu diingatkan.
Dalam kaitan dengan pembahasan kali ini,
mungkin sekali-sekali kita perlu bertanya kepada diri sendiri, apakah berpikir
positif itu jalan atau tujuan? Menggunakannya sebagai jalan berarti setelah
kita berpikir positif masih ada proses positif yang perlu kita jalani sedangkan
menggunakannya sebagai tujuan berarti kita cukup hanya sampai pada tahap
menciptakan pikiran positif atas kenyataan buruk di tempat kerja, di sekolah,
di kampus dan di mana-mana.
Memilih sebagai jalan atau tujuan, sebenarnya
adalah hak kita. Tidak ada orang yang akan melaporkan kita ke polisi dengan
memilih salah satunya. Tetapi kalau kita berbicara manfaat yang sedikit dan
manfaat yang banyak maka barangkali sudah menjadi keharusan-pribadi untuk
selalu mengingat bahwa berpikir positif itu adalah jalan yang kita bangun untuk
mencapai tujuan yang kita inginkan. Logisnya bisa dijelaskan bahwa jika jalan
yang kita pilih itu positif, maka perjalanan kita menuju terminal tujuan juga
positif atau terhindar dari hambatan-hambatan negatif akibat dari kekeliruan
kita dalam memilih jalan. Begitu ‘kan?
Hal ini agak berbeda sedikit dengan ketika
kita memilihnya sebagai tujuan. Dibilang baik memang sudah baik dan dibilang
untung memang sudah untung. Untung yang paling riil adalah mendapatkan suasana
batin yang positif atau terhindar dari hal-hal buruk yang diakibatkan oleh
pikiran negatif. Dale Carnegie menyimpulkan: “Ingatlah kebahagiaan tidak tergantung pada siapa dirimu
dan apa yang kamu miliki tetapi tergantung pada apa yang kamu pikirkan.”
Hanya saja, jika ini dikaitkan dengan
persoalan mengaktualkan potensi atau meraih prestasi yang lebih tinggi di
bidang-bidang yang sudah kita pilih, tentulah masih belum final. Mengapa? Perlu
disadari bahwa suasana batin yang sepositif apapun tidak bisa
mengaktualisasikan potensi sedikit meskipun kalau suasana batin kita keruh
akibat pikiran negatif, maka usaha kita untuk mengaktualisasikan potensi itu
dipastikan terhambat. Jangankan potensi, sampah pun, menurut Tom Peters, tidak bisa dibuang oleh pemikiran
yang jenius atau oleh strategi yang jitu. Bahkan menurut Charles A. O'Reilly, Professor, Stanford
Graduate School of Business, dunia ini tidak peduli dengan apa yang kita tahu
kecuali apa yang kita lakukan. Puncak dari kehidupan ini
adalah tindakan, bukan pengetahuan. Mahatma Gandhi menyimpulkan bahwa ukuran
penilaian manusia yang paling akhir adalah aksi, titik. Ini sudah klop dengan penjelasan Tuhan
bahwa kita tidak mendapatkan balasan dari apa yang kita khayalkan (fantasi)
melainkan dari apa yang kita usahakan.
Rahasia Berpikir
Positif
Dengan memiliki suasana batin positif, maka ini akan
menjadi sangat kondusif (mendukung) untuk menjalankan proses positif
berikutnya, yang antara lain:
Pelajaran
Hukum Tuhannya” mengatakan bahwa pelajaran positif itu ada di mana-mana sepanjang kita mau menggali dan
menyerapnya: di balik kesalahan, kegagalan, pengkhianatan orang lain atas kita,
di balik musibah buruk yang menimpa kita dan seterusnya. Hanya saja, meskipun
pelajaran positif itu ada di mana-mana, tetapi prakteknya membuktikan bahwa
pelajaran positif itu tidak bisa kita serap kalau batin kita sudah keruh oleh
pikiran-pikiran negatif.
Mendapatkan pelajaran positif memang tidak langsung
mengangkat prestasi kita tetapi kalau kita ingin mengubah diri kita untuk
menjadi semakin positif maka syarat mutlak yang harus dimiliki adalah menambah
jumlah dan kualitas pelajaran positif yang kita serap, seperti kata Samuel
Smile dalam salah satu tulisannya: “Tidak benar jika orang berpikir bahwa kesuksesan
diciptakan dari kesuksesan. Seringkali kesuksesan dihasilkan dari kegagalan.
Persepsi, study, nasehat dan tauladan tidak bisa mengajarkan kesuksesan
sebanyak yang diajarkan oleh kegagalan.
Keputusan
Satu kenyataan buruk yang kita hadapi pada
hakekatnya tidak mendekte kita harus mengambil keputusan tertentu tetapi
menawarkan pilihan kepada kita. Tawaran itu antara lain adalah: a) boleh
memilih keputusan untuk mundur,b) boleh memilih keputusan untuk mandek /
kembali ke semula dan c) boleh memilih keputusan untuk terus melangkah dengan
menyiasati, mencari celah kreatif, dan lain-lain.
Nah, salah satu syarat mutlak yang harus
dimiliki untuk melahirkan keputusan yang nomor tiga adalah memiliki batin yang
kondusif dan positif. Kita saksikan sendiri di lapangan bahwa meskipun semua
orang punya keinginan untuk memilih keputusan nomor tiga, tetapi karena hanya
sedikit orang yang punya kemampuan menghilangkan pikiran negatif, maka
prakteknya justru keputusan nomor dua atau nomor satu yang menjadi pilihan
favorit.
Jika dikaitkan dengan praktek hidup sehari-hari, ada hal
yang tidak bisa diingkari bahwa semua orang setiap saat telah memilih keputusan
tertentu tentang apa yang akan dilakukannya. Dari keputusan yang dipilih itulah
lahir sebuah tindakan yang menjadi penyebab sebuah hasil. Karena itu ada saran
Brian Tracy yang patut kita renungkan bahwa yang menentukan nasib kita itu
bukan apa yang menimpa kita melainkan keputusan yang kita ambil atas apa yang
menimpa kita. Artinya, keputusan mundur akan menghasilkan kemunduran; keputusan
mandek akan menghasilkan kemandekan dan keputusan maju akan menghasilkan
kemajuan.
Keteraturan Langkah
Apa yang menyebabkan langkah kita terkadang
mudah diserang virus keputusasaan dan kepasrahan? Apa yang terkadang membuat
kita mudah bongkar-pasang rencana hanya karena mood sesaat? Sebab-sebabnya
tentu banyak tetapi salah satunya adalah pikiran negatif. Sekuat apapun fisik
kita atau sekuat apapun keinginan kita untuk mewujudkan tujuan, biasanya akan
tidak banyak membantu apabila pikiran ini sudah penuh dengan kotoran negatif.
Kita menjadi orang yang putus asa bukan karena kita tidak mampu bertahan,
melainkan karena kita telah mengambil keputusan yang fatal.
Nah, dengan menciptakan pikiran positif
atas hal-hal buruk yang menimpa kita setidak-tidaknya ini menjadi bekal buat
kita untuk melakukan hal-hal positif secara terus-menerus dalam arti tidak
mengandalkan perubahan keadaan atau tidak mudah disakiti oleh pukulan keadaan.
Seperti pesan Denis Waitley, “Bukan dirimu yang menjadi penghambat kemajuanmu tetapi
muatan pikiran yang kamu bawa.”
Dari pesan itu mungkin ada satu hal yang perlu kita ingat
bahwa pikiran negatif yang kita bawa atau yang kita biarkan itulah yang
terkadang menjadi penghambat langkah kita atau mengganggu kelancaran langkah
kita dalam menapaki tujuan yang sudah kita tetapkan. Karena itu paslah jika ada
permisalan yang menggambarkan bahwa pikiran negatif itu akan memberikan kotoran
di dada kita. Dada yang penuh dengan kotoran yang kita biarkan akan membuat
punggung kita terbebani oleh muatan-muatan yang memberatkan lalu mengakibatkan
langkah ini tidak selancar seperti yang kita inginkan.
Hal-hal Apakah yang Perlu Dijalani?
Di atas sudah kita singgung bahwa menggunakan pikiran
positif sebagai jalan berarti setelah kita berpikir positif masih ada proses
positif yang perlu kita jalani. Apa yang perlu untuk dijalani?
Temukan pelajaran khusus
Entah sadar atau tidak, kerapkali istilah
berpikir positif ini hanya kita praktekkan sebatas berprasangka baik, meyakini
adanya hikmah yang mencerahkan, atau sebatas punya opini positif. Tentu ini
sudah benar dan sudah baik tetapi kalau kita kaitkan dengan hasil sedikit dan
hasil yang lebih banyak, maka proses positif yang perlu kita lakukan adalah
mengaktifkan pikiran kita untuk menemukan pelajaran-pelajaran spesifik yang
benar-benar cocok dan relevan dengan keadaan-diri kita pada hari ini.
Sebut saja misalnya kita gagal dalam usaha. Memang sudah
benar kalau kita berpikir bahwa di balik kegagalan itu ada hikmah buat kita.
Hanya saja hikmah di sini mengandung pengertian yang seluas isi daratan, alias
masih umum. Kegagalan usaha kita bisa disebabkan oleh waktu yang belum tepat,
kesalahan memilih orang, kurang gigih, kurang skill, keadaan eksternal yang di
luar kontrol, dan lain-lain. Karena tidak mungkin kita menyerap hikmah secara
keseluruhan dalam satu waktu, maka yang paling penting adalah menyerap hikmah
yang relevan saja sebagai bahan mengoreksi diri.
Gunakan dalam hal khusus
Banyak pengalaman yang sudah menguji bahwa
memiliki rumusan tujuan yang jelas dan jelas-jelas diperjuangkan, ternyata
memiliki manfaat cukup besar bagi proses positif. Dengan kata lain, untuk bisa
menggunakan pelajaran yang sudah kita serap menuntut adanya rumusan tujuan yang
kita upayakan realisasinya. Tanpa ini, mungkin saja pelajaran positif yang kita
temukan itu akan nganggur alias kurang banyak manfaatnya.
J.M. Barrie memberikan contoh dari
pengalamannya: “Selama lebih dari 30 tahun saya memimpin, saya sampai
pada kesimpulan bahwa yang paling penting di sini adalah memiliki kemampuan
yang saya sebut “kegagalan maju”. Kemampuan ini bukan sekedar memiliki sikap
positif terhadap kesalahan. Kegagalan
maju adalah kemampuan untuk bangkit setelah anda dipukul mundur, kemampuan
untuk belajar dari kesalahan dan kemampuan untuk melangkah maju ke arah yang
lebih baik.”
Dengan kata lain, agar kita bisa menjadikan kegagalan
kita sebagai dorongan untuk meraih kemajuan tidak cukup hanya dengan memiliki
pikiran positif dan sikap positif atas kegagalan itu, melainkan dibutuhkan
upaya kita untuk menggunakan pelajaran yang sudah kita dapatkan dalam usaha
meraih keinginan berikutnya. Pelajaran, pengetahuan, dan petunjuk pengalaman
yang tidak kita gunakan untuk membimbing praktek kita pada hari ini akan
menjadi dokuman yang nilai dan manfaatnya kurang.
Membuka
Diri
Seperti yang sudah kita singgung di muka
bahwa pelajaran positif yang ada di balik satu masalah, satu kenyataan buruk,
atau di balik peristiwa yang kita alami dalam praktek hidup itu sangatlah tidak
terbatas, tidak tunggal, tidak mono, dan karena itu sering disebut petunjuk
(hidayah). Saking banyaknya itu, maka tidak mungkin ruangan milik kita bisa
sanggup menyerap seluruhnya dan sekaligus sehingga yang dibutuhkan adalah
membuka diri atas berbagai pelajaran positif yang diwahyukan oleh kesalahan
kita, kesalahan orang lain yang kita lihat, temuan ilmu pengetahuan, nasehat,
dan seterusnya.
Cak Nur pernah berpesan: “Sikap terbuka adalah sebagian dari pada iman. Sebab seseorang tidak
mungkin menerima pencerahan dan
kebenaran jika dia tidak terbuka.” Sikap terbuka menurut Ajaran Kejawen (Javanese Spiritual Doktrine)
merupakan syarat untuk mengarungi jagat “kaweruh” (sains, tehnologi, dst). “Syarat utama bagi pelajar adalah memiliki kemampuan dalam menghilangkan atau menyimpan untuk
sementara waktu pemahaman dogmatis yang telah dimiliki dan mempersiapkan diri
dengan keterbukaan hati-pikiran untuk merambah jagat ilmu pengetahuan. Selamat
menggunakan.
Demikian semoga
bermanfaat
Kunjungi hrd-practice.blogspot.co.id untuk memperoleh informasi
ketenagakerjaan lainnya.
positive thinking is best condition, and signal for good spiritualisme.
ReplyDelete