Saturday, December 12, 2015

Apakah Anda Seorang Spesialis atau Generalis?

Kapan Mulai Memilih?

Apa yang dimaksud dengan spesialis dan generalis itu? Kalau melihat penjelasan Peter F. Drucker (1995), spesialis itu adalah orang yang mendalami bidang tertentu. Umumnya, spesialis itu adalah orang yang di-training khusus atau memasuki pendidikan khusus untuk bidang yang khusus. Ada juga spesialis yang melalui proses non-formal, misalnya saja melalui pengalaman atau kreativitas diri (self-creativity). Orang spesialis mengetahui banyak hal tentang sedikit hal. Lazimnya, spesialis ini terkait dengan keahlian teknik atau profesional.

Ini beda dengan orang generalis. Generalis adalah orang yang tidak mendalami bidang khusus atau tidak mendapatkan pembinaan khusus. Generalis ini bisa lahir dari sekolah atau pengalaman. Orang generalis mengetahui sedikit hal tentang banyak hal. Lazimnya, generalis itu terkait dengan keahlian administratif dan manajemen (managing).

Pentingkah kita memilih untuk menjadi orang spesialis atau generalis? Bisa penting bisa tidak, tergantung konteksnya, tergantung kapannya, dan tergantung tujuannya. Tapi, secara umum, memilih sebagai spesialis dan generalis itu penting. Kenapa? Alasannya bermacam-macam. Ada yang mengatakan ke saya bahwa alasannya adalah untuk menyiasati keadaan yang terus berkembang dan permintaan "pasar". Beberapa direktur HRD BUMN mengatakan,  dulunya dia memang menjadi orang generalis, tetapi karena sudah pensiun, dia memilih menjadi orang spesialis. Misalnya saja dengan menjadi konsultan SDM, menjadi penulis, atau narasumber beberapa kegiatan manajemen.

Ada lagi yang mengatakan, alasannya adalah untuk memudahkan fokus pengembangan diri. Kalau kita merasa lebih pas sebagai generalis, maka pusat perhatian kita adalah orang dan pekerjaan. Sebaliknya, kalau kita merasa lebih pas sebagai spesialis, maka fokus perhatian kita adalah bidang spesifik yang kita tekuni itu. Ini hanyalah sebagai bantuan untuk memudahkan fokus pengembangan diri ke depan.

Dengan adanya pemetaan ini maka fokus kita menjadi lebih terarah. Kalau menirukan ucapan Brucle Lee, untuk menjadi orang  yang kompeten di bidang-bidang yang kita pilih dibutuhkan fokus pikiran  setajam sinar laser. Fokus menjadi penting dalam pengembangan diri. Jika tidak ada fokus, maka arah pengembangan tidak jelas dan proses pengembangan pun biasanya memakan waktu lama. Fokus dapat memudahkan dan mempercepat proses.

Ada juga yang mengatakan, alasannya adalah untuk mempertegas posisi dalam networking. Seperti yang sudah kita bahas di sini, networking itu bukan sekedar menukar kartu nama atau saling sms an. Ini memang bisa juga disebut networking, tetapi kalau bicara level,  tentunya masih sangat superfisial (permukaan). Baik ditinjau dari sisi bisnis atau pengembangan karir, networking yang masih sangat superfisial ini kerap kali tidak membuahkan hasil.

Karena itu, para pakar menyarankan agar kita meningkatkan level kemampuan networking ini. Kualitas networking yang paling tinggi adalah ketika kita mengenal orang yang juga mengenal kita tentang apa yang kita dalami kemudian menjelma menjadi sinergi, kerjasama atau yang lainnya. Nah, kalau orang lain tidak tahu secara jelas apa sebutan kita, mungkin ini agak sedikit menyulitkan.

Kapankah sebaiknya kita memulai memutuskan untuk menjadi orang generalis atau spesialis? Ini pun tergantung. Tidak ada hukum tetap yang mengatur ini. Secara umum, kalau melihat jalur karir (career path) yang dipakai di sejumlah perusahaan, baik itu di dalam atau di luar negari, waktu pemilihan yang tepat adalah sesuai dengan progres karir kita.

Sebagian besar orang yang baru memulai berkarir, mereka dituntut untuk menjadi orang generalis, terlepas apapun keahliannya dan latar belakang pendidikannya. Seorang akunting baru bisa saja diberi tugas untuk menangani  pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesialisasinya. Sebaliknya juga begitu. Orang generalis terkadang diberi tugas untuk menangani pekerjaan yang mungkin sangat spesialis. 

Ini tidak hanya berlaku di perusahaan. Sistem pendidikan kita pun menerapkan cara ini. Dari mulai SD sampai SMA, kita dikondisikan untuk menjadi orang generalis. Kita belajar agama, matematika, komputer, bahasa, dan lain-lain. Begitu kita sudah memasuki perguruan tinggi, barulah kita diarahkan untuk menjadi orang spesialis. Ini misalnya ada jurusan akunting, bahasa, komputer, pendidikan anak, psikologi, dan lain-lain.

Jadi kapan kita mulai memilih? Kalau acuannya kualitas, kita bisa memulainya setalah memahami berbagai prinsip dasar yang berlaku pada pekerjaan / profesi yang sesuai dengan kompetensi. Soal waktunya bisa bermacam-macam, tergantung kebutuhan. Mungkin setahun, tiga tahun atau lima tahun. Ini semua dengan catatan jika kita melihatnya sebagai hal yang penting.

Kompetensi  Umum

Secara literaturnya, kompetensi itu berbeda dengan keahlian. Bedanya apa? Kompetensi itu adalah hasil penerapan keahlian, pengalaman atau pengetahuan dalam sebuah pekerjaan. Kompetensi adalah sehimpunan kapabilitas yang dicapai seseorang melalui berbagai skill (PSA Industry Training Paper, PSW, New Zealand, 1993). Kompetensi menentukan kinerja.

Tapi dalam prakteknya, keahlian dan kompetensi itu sering digunakan untuk menjelaskan tingkat dan jenis kecakapan tertentu. Inipun sah-sah aja. Lalu, kompetensi apa yang perlu dimiliki oleh seorang spesialis dan generalis? Tentunya banyak dan ini tergantung pada konteks. Tetapi secara umum, kalau melihat literatur  kompetensi, ada acuan yang bisa kita jadikan rujukan.

Kompetensi kunci yang perlu dimiliki oleh seorang spesialis adalah kecakapan tehnik dan profesional. Untuk mengukurnya, kita bisa menggunakan acuan milik Spencer (1993) di bawah ini:

  • Anda baru bisa mengerjakan tugas-tugas yang sederhana (tugas yang tidak membutuhkan ketrampilan). Kalau pun pekerjaan itu menuntut ketrampilan atau keahlian, itu dapat dipelajari dalam beberapa jam atau beberapa hari. Anda baru bisa mengerjakan pekerjaan yang sifatnya rutin (skala: 1).
  • Anda sudah punya keterampilan dasar, mampu mengerjakan tugas yang berurutan, memerlukan latihan beberapa minggu untuk menguasainya (skala: 2)
  • Anda sudah layak disebut tenaga terampil. Anda sudah bisa menangani beberapa tugas yang membutuhkan perencanaan dan pengaturan ( skala:3).
  • Anda sudah layak disebut punya keterampilan tinggi. Ada mengerjakan tugas yang kompleks dan beragam, membutuhkan perencanaan yang teliti untuk mendapatkan hasil yang baik (skala: 4).
  • Anda sudah layak disebut sebagai profesional dasar. Anda mampu memberikan pengaturan dan pelayanaan profesional kepada pihak lain. Biasanya membutuhkan pendidikan formal seperti kuliah atau gelar keprofesionalan tertentu atau berdasarkan pengalaman yang dimiliki (skala: 5)
  • Anda sudah layak disebut profesional menengah.  Anda memberikan pelayanan spesialis dari suatu profesi secara lebih khusus. Biasanya membutuhkan pendidikan yang intensif atau melalui pengalaman yang cukup panjang (skala: 6)
  • Anda sudah layak disebut profesional atau pakar. Anda ahli dibidang tertentu karena memiliki penguasaan filosofis, pengetahuan dan pengalaman yang mendalam di bidang Anda (skala: 7).
  • Anda sudah layak disebut "begawan".  Anda termasuk orang yang  diakui dan memiliki otoritas yang sangat tinggi untuk suatu bidang (skala: 8)
Sedangkan kompetensi umum yang perlu dimiliki oleh orang generalis adalah managing things or people (resources).  Yang termasuk ke dalam "things" di sini adalah informasi dan pekerjaan. Seorang generalis biasanya dituntut untuk mendapatkan informasi yang lebih cepat, mensinergikan informasi, dan mengolah informasi menjadi pekerjaan. Tuntutan lainnya adalah, perlu mengetahui seluk beluk wilayah operasi pekerjaan dan detil kongkrit operasional pekerjaan itu. Meskipun tidak ahli, tetapi butuh pengetahuan yang akurat untuk membuat keputusan. Sedangkan yang termasuk ke dalam cakupan "people" di sini antara lain: tentang bekerjasama, dinamika kelompok,  kepemimpinan, dinamika interaksi, komunikasi atau interpersonal skill.

Bisakah kita menjadi generalis dan sekaligus spesialis? Dalam teorinya mungkin ini sulit dijelaskan, namun dalam prakteknya sudah biasa. Ada orang yang bisa memainkan peranan sebagai spesialis dan juga generalis. Ada yang bisa memainkan sebagai konseptor dan juga aktor. Ada yang bisa menjadi people of thought dan people of action sekaligus. Bahkan terkadang ini bukan lagi soal pilihan, tetapi tuntutan keadaan juga. Ini bukti bahwa kapasitas manusia itu tak terbatas. Kitalah yang sering membatasinya.

Tiga Prinsip Utama

Kalau memperhatikan kondisi di lapangan, selain ada kompetensi umum, ada lagi kecakapan / keahlian  prinsip yang mutlak perlu dikuasi / dimiliki. Dikatakan mutlak berarti tidak bisa ditinggalkan. Ini berlaku bagi seorang generalis dan spesialis. Apa saja itu?

Pertama, perlu mendalami hal lain yang relevan. Kalau kita memilih spesialis di bidang pendidikan, namun yang kita tahu hanya persoalan pendidikan, akan lebih bagus kalau tahu pendidikan dan tahu perkembangan tehnologi yang relevan dengan pendidikan. Meskipun kita memilih sebagai spesialis, kita pun perlu melirik bidang lain yang relevan. Ini justru berguna untuk memperkuat spesialisasi kita. Begitu juga kalau kita memilih sebagai generalis. Kita pun perlu memiliki spesialisasi yang relevan. 

Kalau dilihat dari konsep learning, pemetaan di atas, memilih menjadi spesialis atau generalis,  itu pilihan yang bisa kita jalankan untuk kondisi yang ideal. Ini yang masuk ke dalam kategori "Generative Learning". Jadi kita mengatur langkah kita sesuai yang kita mau. Namun karena praktek hidup ini terkadang berjalan sendiri di luar kemauan kita (less ideal), maka kita perlu menerapakan "Adaptative Learning", kita mengatur langkah kita sesuai irama keadaan. Tujuannya sama, yaitu: terwujudnya perubahan-diri ke arah yang lebih baik di masa mendatang.

Jadi kalau disederhanakan, kita perlu memilih bidang keahlian sesuai dengan pekerjaan atau profesi yang kita pilih, tetapi pada saat yang sama, kita pun perlu membuka diri terhadap kenyataan, membekali diri dengan berbagai kapasitas yang dituntut oleh realitas. Dengan cara ini kita tetap menjadi orang yang focused dan flexible.

Kedua, kesalehan moral. Mau kita memilih sebagai generalis atau spesialis, kesalehan moral tetap menjadi vital. Orang mempercayai kita bukan semata karena keahlian atau kompetensi. Orang mempercayai kita karena kesalehan moral juga. Biarpun kita ekspet sebagai generalis atau spesialis,  tetapi kalau tidak didukung dengan kesalehan moral yang memadai, mungkin kita sulit menemukan orang yang mau trust. Bukan itu saja. Keahlian atau kompetensi kerapkali tidak bisa menyelamatkan kita dari jatuh.

Ketiga, komunikasi. Komunikasi di sini mencakup komunikasi sebagai skill mental, soft skill atau interpersonal skill dan komunikasi dalam pengertian bahasa. Bahasa di sini juga mencakup pengertian bahasa sebagai kemampuan menggunakan bahasa (bagaimana berinteraksi dengan orang lain) dan bahasa sebagai ilmu pengetahuan yang kita kuasai, misalnya pengusaan bahasa tulis, lisan, bahasa asing, dan lain-lain.

Mau kita memilih menjadi generalis atau spesialis, komunikasi di sini berperan vital. Seorang spesialis tetap bekerja dengan orang lain, butuh keterlibatan orang lain, bukan bekerja dengan spesialisasinya. Lebih-lebih seorang generalis. Bahasa dalam arti seni berkomunikasi (art) dan bahasa dalam arti penguasa ilmu bahasa (science), entah bahasa sendiri atau bahasa asing, menjadi penting bagi spesialis dan generalis. (Ubaydillah)


Semoga bermanfaat

Kunjungi  hrd-practice.blogspot.co.id  untuk memperoleh informasi Ketenagakerjaan dan SDM lainnya.












0 comments:

Post a Comment